Wayang Sukuraga: Wawancara dengan Kang Effendi

Berkat bantuan seorang teman di Sukabumi, Indonesia, saya bertemu dengan bentuk seni Wayang khusus untuk kota itu: Wayang Sukuraga. Saya tertarik dan ingin mengenal orang yang menciptakannya: Kang Effendi. Jadi, saya memutuskan untuk bertanya kepadanya secara langsung bagaimana ide seni yang sangat unik ini lahir, yang tak banyak diketahui di Indonesia sendiri. Inilah percakapan kami.


Kepala Sukuraga 

Mari kita awali dengan berbicara tentang Anda sendiri. Mohon perkenalkan diri Anda, lalu ceritakan bagaimana dan kapan kecintaan pada melukis mulai tumbuh.

Nama saya Effendi. Lahir di Sukabumi, 16 April 1958, Jawa Barat, Indonesia. Saya lebih dikenal dengan sebutan Fendi Sukuraga karena saya mengenalkan kepada masyarakat luas karya saya berupa Wayang Sukuraga. 

Wayang adalah bentuk seni pertunjukan sedangkan Sukuraga berasal dari kata suku yang artinya bagian, dan raga artinya tubuh. Wayang Sukuraga adalah lakon anggota tubuh dan saya adalah penemu sekaligus dalangnya. Sekarang, saya mempunyai anak 3 orang, 2 perempuan dan 1 laki-laki. Tahun lalu, saya juga mendapat seorang cucu lelaki. Masa kecil saya dihabiskan di Kota Sukabumi. 

Saat  beranjak remaja (kelas 2 STM), saya pergi ke Jogjakarta untuk mencari kehidupan dari bermain musik. Sejak itulah saya semakin menekuni kesenian secara sadar dan serius hingga sekarang. Umur 4 tahun saya sudah mulai menyukai menggambar, melukis, dan tertarik dengan alat musik. Alat musik yang pertama saya inginkan adalah kendang (alat musik pukul dari Jawa Barat) sedangkan untuk menggambar dan melukis, diawali dengan kesukaan saya mengumpulkan poster film di sebuah bioskop, dan menggambarkan ulang artis-artis yang menjadi pemain film dalam poster itu ke dalam kertas kerja saya. 

Inilah, saya rasa, yang menumbuhkan rasa cinta saya terhadap melukis. Ini semua berawal dari saya menyukai menggambar orang (manusia). Musik dan melukis menjadi bagian dari saya dan menjadi inspirasi untuk semua karya sekarang.

 

Bagaimana gagasan tentang jenis wayang yang sangat khusus ini muncul? Saya membaca di situs web bahwa itu berasal dari pembacaan surah Al-Quran, dan bahwa Sukuraga berarti "bagian-bagian tubuh." Bisakah Anda ceritakan bagaimana asal muasal-nya, dan untuk mereka yang tidak mengenal wayang Indonesia, mohon dijelaskan apa perbedaannya.

Wayang Sukuraga muncul dari sebuah ketakutan saya karena perkataan dari kakek saya (Aki Udi) yang mengomentari lukisan saya yang selalu bertemakan manusia. Saat itu kakek mengapresiasi lukisan "Potret Diri" pada tahun 1980. Kakek saya mengatakan, “jika kamu melukis manusia nanti lukisanmu meminta nyawa". 

Dalam Islam, agama yang saya anut, sebuah Hadist yang diriwayatkan Bukhari Muslim mengatakan bahwa "orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bemyawa), akan diazab di hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka: hidupkanlah apa yang kalian buat ini". Penjelasan Aki Udi terus menghantui pikiran saya siang dan malam. 

Karena kegelisahan ini, saya memutilasi lukisan manusia saya sejak 1987. Saya membuatnya menjadi potongan-potongan dari anggota tubuh.  Seiring berjalannya waktu, Al-Quran surat Yassin ayat 65 yang mengatakan, "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan," menguatkan hati saya untuk mengakhiri membuat lukisan manusia dan memantapkan diri untuk membuatnya menjadi layer-layer atau bagian-bagian saja. 

Berawal dari melukis bagian-bagian ini dan ayat Al-Quran tersebut, saya mendapatkan ide untuk membuat lakon dari bagian-bagian tubuh. Maka saya buat wayang kulit dari bagian-bagian anggota tubuh. 

Perbedaan yang sangat mencolok dengan wayang Indonesia lainnya adalah bila wayang lain menggambarkan konflik antar manusia, Wayang Sukuraga menghadirkan konflik batin antar anggota tubuh manusia agar manusia mampu mengenali dirinya melalui tindakan dari anggota tubuhnya.

 

Potret Diri, 1982

Apakah ada pengaruh dari Surealis Eropa, atau hanya kebetulan saja ada persamaan gaya?

Saya tidak akan bicara soal teknik atau aliran. Saya akan menyerahkannya kepada penikmat Wayang Sukuraga. Pengaruh yang melekat itu biarlah orang lain yang menilai. Saya membebaskan diri saya dan Anda untuk berimajinasi dan terus berkreasi.

 

Tempat pertama lukisan Sukuraga dipamerkan adalah di Shah Alam, Malaysia, pada 1995. Bagaimana bentuk seni ini diterima di luar Indonesia?

Mereka sangat mengapresiasi dan mengomentari bahwa lukisan yang saya pamerkan saat itu adalah berupa lakon (peran-peran). Sangat ekspresif dan impresif. Itu katanya. 


Sang dalang

Seni ini telah melakukan banyak perjalanan keluar Indonesia, tetapi masih sedikit dikenal di tanah airnya sendiri. Kenapa demikian?

Apresiasi dari luar negeri lebih tinggi karena di Indonesia sendiri saya dianggap "aneh dan nyeleneh". Sedangkan di luar negeri, respon untuk sesuatu yang berbeda dan baru lebih demokratis, lebih cepat menerima. Selain itu, pemikiran mengenai aspek filosofis, penelitian, dan makna dibalik wayang ini, belum banyak direspon di tanah air karena baru melihat secara visual saja rata-rata sudah mundur. “Kok, wayang seperti ini?" 

Tapi saya yakin, lambat laun, dengan kecanggihan teknologi dan semakin berkembangnya kemampuan adaptif manusia zaman digital ini menerima sesuatu yang baru, di masa depan, Wayang Sukuraga, baik secara visual dan filosofis dapat bemanfaat dan diterima. Insya Allah.

 

Konser Sukuraga 

Apakah Kampung Sukuraga? Mohon diceritakan tentang bagaimana awal dan perkembangannya.

Kampung Sukuraga adalah mimpi saya untuk mewujudkan sebuah komunitas yang saling bermanfaat satu sama lain. Rekayasa sosial dalam setting kampung ini dapat membudayakan manusia untuk terus mengenal dirinya melalui media Wayang Sukuraga. Berkreasi melalui Sukuraga dan mampu menghidupi dirinya. 

Istilah Kampung saya ambil karena kampung adalah gambaran untuk sebuah daerah yang ditinggali oleh beberapa keluarga dalam rumah-rumah yang hangat, sederhana, saling membantu bergotong oyong, dan ditempati oleh orang-orang yang saling memahami dirinya, sehingga mampu menghargai orang lain dan memberikan pengaruh baik untuk lingkungan sekitamya. Di kampung ini saya berharap saat saya tidak ada lagi di dunia ini, orang lain dapat mengunjungi kampung ini untuk dapat berinteraksi dengan karya saya. 


Rumah Budaya Sukuraga


Satu pertanyaan terakhir. Bagaimana pandangan Anda tentang situasi berkesenian di Indonesia dan khususnya di wilayah Sunda. Dan apa rencana Anda untuk ke perkembangan Wayang Sukuraga ke depannya.

Situasi berkesenian saat ini di daerah sunda belum menggembirakan. Generasi muda lebih banyak disibukkan dengan segala sesuatu yang berbau teknologi dan digital. Ini adalah tantangan yang cukup berat untuk seniman dan budayawan untuk dapat terus berinovasi, berkarya, dan berpacu dengan tantang zaman. 

Rencana saya ke depannya, ingin mewujudkan sebuah kampung Sukuraga dengan rumah budaya Sukuraga kini sudah berdiri yang mempunyai ruang pertunjukan wayang, ruang workshop dan Galery Fendi Sukuraga. Itu sebagai pusat sumber mengenai Sukuraga. 

Kawasan ini nantinya selain sebagai eduwisata (mengenal diri dan menggali nilai ataukarakter agar dapat menjadi rahmat/manfaat terhadap lingkungannya) juga sebagai kawasan ekonomi kreatif sehingga kampung ini mampu berkreasi, memproduksi, dan menghidupi dirinya dari apa ada dalam dirinya. Demikian yang dapat saya sampaikan. 

Semoga memberikan gambaran mengenai Wayang Sukuraga. Terima kasih.

17 Juni 2020, dari Rumah Budaya Sukuraga, Sukabumi, Indonesia .  


Dari Wikipedia

Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan ini juga populer di beberapa daerah seperti Sumatra dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu.
UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia karena banyak pula negara lain yang memiliki pertunjukan boneka. Namun pertunjukan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya tutur dan keunikan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Untuk itulah UNESCO memasukannya ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2003.
Tak ada bukti yang menunjukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar di Asia Selatan.
Diperkirakan seni pertunjukan dibawa masuk oleh pedagang India. Namun, kegeniusan lokal dan kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk memberi warna tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari Prasasti Balitung pada Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayang.
Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata.


Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situsweb http://sukuragafoundation.org/ind/ 

English version


Comments